SEKELUMIT GAMBARAN SUMBANGSIH ARAB SAUDI UNTUK DUNIA
Oleh: Ustadz Qomar Z.A, Lc
Selain
teroris yang juga sangat membenci Arab Saudi adalah orang-orang sekuler
dan liberal. Mereka sering menuduh dengan dusta atau dengan penilaian
yang tidak adil. Mereka sangat ceroboh dalam menuduh, hanya karena di
dalam kitab-kitab syaikh tersebutkan hukum-hukum tentang pengafiran
lantas demikian saja menuduh syaikh sebagai orang yang mudah
mengafirkan. Padahal tuduhan pengafiran bukanlah perkara yang mudah.
Bahkan hukum Islam punya aturan yang rinci dalam menjatuhkan vonis ini.
Terhadap
seorang kafir pun, Islam memiliki perincian hukumnya. Tidak lantas
dengan sekedar menyandang kekafiran seseorang dengan mudah ditumpahkan
darahnya. Tidak demikian. Seandainya seluruh orang kafir harus dibunuh
maka tentu tidak akan ada aturan yang berkaitan dengan kafir dzimmi.
Padahal pada kenyataannya ada orang-orang kafir yang tidak melakukan
penyerangan terhadap kaum muslimin tetap diizinkan hidup dan tinggal di
negeri muslim dengan syarat-syarat tertentu. Inilah yang disebut dengan kafir dzimmi. Keamanan mereka dijaga oleh negara.
Demikianlah,
Kerajaan Arab Saudi adalah sebuah negeri Islam. Undang-undang Dasarnya
adalah Al Quran dan As Sunnah. Mereka membenci terorisme sebagaimana
Islam membenci terorisme. Mereka menegakkan tauhid sebagaimana Islam
adalah agama tauhid. Sumbangsih Kerajaan Arab Saudi terhadap penegakkan
akidah Islam sedemikian besarnya. Kebencian mereka kepada terorisme
muncul dari landasan yang paling asasi, karena terorisme adalah
penyimpangan terhadap akidah Islam yang memiliki wajah humanis.
Berlembar-lembar
halaman mungkin jika dituliskan seluruh sumbangsih Kerajaan Arab Saudi
untuk Islam, kaum muslimin, bahkan untuk kemanusiaan secara umum di
seluruh penjuru dunia. Bagi orang-orang yang jujur dan adil dalam
menilai tentu bukan hal yang sulit untuk menemukan bukti-bukti itu.
Semoga kaum muslimin mendapatkan hidayah sehingga dapat jernih dalam
mendudukkan perkara dan jujur dalam bersikap. Sesungguhnya dikhawatirkan
ketika mereka membenci negeri tauhid, sadar atau tidak sadar mereka
akan terjerumus dalam membenci Islam itu sendiri. Wallahu musta’an.
Dalam
hal dakwah, keberadaan Jamiah Al Islamiyyah (Universitas Islam Madinah)
merupakan bukti nyata yang tak bisa dimungkiri atas sumbangsih Kerajaan
Arab Saudi untuk Islam dan kaum muslimin di seluruh dunia. Sejak
berdirinya hingga sekarang sudah ribuan mahasiswa muslim dari seluruh
penjuru dunia yang mendapatkan beasiswa. Bukan hanya bebas biaya
pendidikannya bahkan setiap bulannya mereka mendapat dana untuk membeli
kitab dan kebutuhan sehari-hari lainnya yang jika dirupiahkan bukan
terbilang sedikit. Belum lagi, pada saat liburan pun mereka diberi
kesempatan untuk pulang ke daerah masing-masing yang dijamin biaya
transportasinya pulang pergi. Bayangkan jika diuangkan berapa milyar
dolar yang telah dikeluarkan Kerajaan Arab Saudi demi tegaknya
Universitas diniyyah yang bergengsi ini. Sungguh tidak bisa dimengerti
jika ada yang sarjana-sarjana diniyyah lulusannya kemudian justru
membenci pemerintah Arab Saudi. Fenomena manusia yang tiada syukur akan
berbagai nikmat yang telah mereka dapatkan.
Dalam penyelenggaraan
haji, jika hanya memperhatikan ini saja, mestinya kaum muslimin di
seluruh dunia sudah harus berterima kasih dan merasa berhutang budi
kepada Kerajaan Arab Saudi. Berapa juta jamaah haji setiap tahunnya dari
seluruh pejuru dunia yang telah mereka layani. Kenyamanan dan keamanan
yang luar biasa selama ibadah haji dirasakan jamaah haji. Upaya yang
luar biasa demi kelancaran dan kenyamanan ibadah haji mereka lakukan
tanpa pamrih tanpa berharap bayaran dari negara-negara asal jamaah.
Mereka menyediakan fasilitas – fasilitas tanpa memungut biaya. Adapun
keuntungan dari hasil sewa hotel / penginapan atau produk-produk makanan
serta souvenir kembali kepada person-person para pengusaha tidak masuk
kas negara karena pemerintah Saudi tidak mengenal perpajakan.
Berapa
besarnya biaya dan pekerja yang telah mereka kerahkan untuk kaum
muslimin selama penyelenggaran haji? Hampir tak terhitung. Bahkan
menjadi syiar mereka merasa bangga melayani ibadah ibadah haji kaum
muslimin seluruh dunia.
Pada setiap kesempatan ibadah haji,
pemerintah Saudi selalu membagikan buku bimbingan haji secara gratis.
Berapa biaya yang telah mereka belanjakan untuk mencetak jutaan
eksemplar buku ini? Hanya saja sangat disayangkan buku ini banyak yang
dibuang karena hasutan dan isu tentang wahabi. Sangat disayangkan ketika
ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab selalu memberi peringatan
kepada jamaah haji Indonesia agar tidak menerima buku-buku yang
dibagikan gratis ini. Yang mereka lakukan ini bisa jadi terhitung
sebagai upaya untuk menjauhkan orang untuk mendapat bimbingan ilmu yang
berdasarkan Al Quran dan hadis. Sungguh ironi sebuah upaya yang dapat
menjauhkan manusia dari dakwah Islam.
Sumbangsih yang lain dapat
kita lihat bagaimana perhatian Kerajaan Arab Saudi terhadap
negeri-negeri Islam. Banyak orang yang menyangka Arab Saudi tidak
memiliki peran terhadap Palestina. Entah mengapa kantor-kantor berita
tidak memberitakan kebaikan-kebaikan Arab Saudi kepada Palestina.
Padahal Kerajaan Arab Saudi sejak pemerintahan Raja Abdul Aziz bin
Abdurrahman sangat memiliki perhatian terhadap Palestina dan telah
melakukan banyak hal. Persaksian atas ini muncul dari salah seorang
warga Palestina sendiri.
Sebuah tulisan yang ditulis di Jamiah
Islamiyah di Gazza oleh Mustofa Syaain, Asisten Profesor di bidang
tarikh, dan Abdul Hamid Jamal Al Harrani Ketua Bagian Tarikh, tentang
upaya Saudi terhadap konflik Palestina telah menjadi saksi atas itu
semua. Dalam buku itu, penulis menyebutkan sebagai berikut, “Kerajaan
Arab Saudi dari Raja, pemerintahan, dan rakyatnya telah melakukan
pengorbanan yang tidak kecil dalam upayanya yang sangat besar demi
membela rakyat Palestina. Dan bantuan itu berdasarkan keimanan yang
diyakini sebagai pelaksaan syariat. Kerajaan Arab Sadi telah
menyumbangkan materi maupun personel perang bersama tentara mesir
melawan kafir Yahudi. “
Raja Faishal bin Abdul Aziz pun pernah
berpidato bicara di depan para pimpinan negara Islam menunjukkan betapa
empati yang beliau miliki untuk Palestina, “Telah dilakukan berbagai
usaha untuk segera menyelesaikan masalah Palestina termasuk menghubungi
negara-negara besar. Akan tetapi sampai hari ini upaya ini tidak
menampakkan hasil. Oleh karena itu, mulai saat ini maka kami serukan
jihad bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk melawan Yahudi. Maka
tidak ada jalan lain untuk membela rakyat Palestina kecuali dengan jihad fi sabilillah.
Dan jika Allah belum mengabulkan seruan jihad ini, maka semoga Allah
mewafatkanku dalam waktu dekat.” Maka dengan hikmah-Nya kemudian Allah
belum mewujudkan seruan jihad tersebut. Dan Allah mewafatkan beliau
tidak lama setelah itu. Beliau ditembak mati . Semoga Allah merahmati
beliau.
Di Afghanistan, ketika kaum muslimin di sana berperang
melawan pasukan kafir Uni Soviet, maka pemerintah, ulama, dan rakyat
Arab Saudi pun sangat bersemangat untuk ikut berperang. Ketika itu
banyak dari rakyat dan dosen-dosen Jamiah Islamiyah yang mengikuti jihad
tersebut termasuk Syaikh Rabi’ Hafizhahullah. Akan tetapi,
sayang sekali beberapa rakyat Arab Saudi telah dirusak oleh tokoh-tokoh
hizbiyyun (sempalan islam) di sana. Sehingga sepulang dari Afgahnistan
mereka membenci Arab Saudi hingga melakukan peledakan dan mengafirkan
ulama dan pemerintahnya.
Demikian pula terhadap kaum muslimin di
Bosnia. Sejumlah besar bantuan mereka kerahkan untuk membantu saudara
seiman yang sedang dizhalimi oleh musuh-musuhnya. Inilah sekelumit
data, sekadar untuk mengingatkan betapa besar bantuan Arab Saudi kepada
Islam dan kaum muslimin.
Belum lama ini ada seorang penulis,
menulis persaksian tentang data kebaikan Arab Saudi yang ia peroleh
saat mendampingi kunjungan resmi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin
atas undangan Menteri Urusan Islam Arab Saudi al-Syeikh Shaleh bin Abdul
Aziz Ali al-Syeikh ke Arab Saudi pada 15-20 Maret 2015, terutama saat
mengunjungi Sultan bin Abdul Aziz Humanitarian City (SBAHC) di Riyadh.
Ia
mengatakan, “SBAHC tidak saja memberikan pelayanan kesehatan kepada
penduduk berkebutuhan khusus, tetapi juga memberikan perumahan gratis
kepada penduduk tak mampu, mengembangkan pendidikan dan berbagai program
pemberdayaan lain yang tidak saja di Saudi, tetapi juga di luar negeri,
termasuk Indonesia.” Salah satu contoh dari kerja filantropis Sultan
adalah pembiayaan perlombaan menghafal Al Quran dan Hadis Nabi di
Indonesia sejak 2006 hingga kini yang menelan biaya miliaran rupiah.
Tahun
ini perlombaan ke-7 pada 22- 26 Maret 2015 yang juga dihadiri Pangeran
Khalid bin Sulthan dan Menteri Urusan Islam al-Syeikh Shaleh bin Abdul
Aziz Ali al-Syeikh yang secara riil dapat mendorong muda-mudi Muslim
Indonesia berlomba menghafal Al Quran dan Hadis Nabi. Tentu banyak lagi
data yang menyinggung kontribusi Saudi terhadap kemanusiaan
internasional.
Dalam sebuah riset Saudi Arabia as a Humanitarian Donor: High Potential, Little Institutionalization yang
ditulis Khalid al-Yahya dan Nathalie Fustier, negara kerajaan ini
merupakan negara donor bantuan kemanusiaan terbesar di dunia dan anggota
OECD Development Assistance Committee.
Demikian juga dengan gempa
di Haiti 2010, Saudi menyumbang 50 juta dolar bagi dana penanggulangan
darurat. Pada 2008, Saudi menyediakan dana segar senilai 500 juta dolar
untuk Program Pangan Dunia dan dicatat sebagai kontribusi terbesar
sejarah organisasi ini.
Menurut situs Humanitarian News and
Analysis (IRIN), Saudi menyumbang 70 persen dari donasi yang diperlukan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menangani pengungsi konflik Irak
sebesar 500 juta dolar dan menjadikan Saudi sebagai donator terbesar
keempat setelah AS, Uni Eropa, dan Inggris (www.irin- news.org,
17/09/2014).
Bahkan, studi oleh Bank Dunia, Saudi merupakan salah
satu negara paling dermawan di dunia kepada negara-negara berkembang,
khususnya pada program Official Development Assistance (ODA) sepanjang
1973-2010 dengan mendanai 472 proyek di 77 negara (43 Afrika, 27 Asia,
dan 7 negara lain).
Pada 2013, Saudi mendonasikan 109 juta dolar
untuk program kedaruratan kemanusiaan PBB dan banyak lagi bantuan
kemanusiaan di bawah payung Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang dikeluarkan
Saudi, seperti 50 juta dolar untuk kemanusiaan di Irak (2014) dan
menjanjikan bantuan 500 juta dolar bagi kemanusiaan Irak melalui PBB.
Hal
serupa juga pada 2014, Saudi mendonasikan SR 1,8 miliar untuk
proyek-proyek PBB di Irak, SR 750 juta kepada pengungsi Suriah, dan SR
1,8 miliar bagi proyek rekonstruksi Gaza (Arabnews). Kedermawanan Saudi
jauh mengungguli Barat, apalagi bila disertakan sumbangsih partikelir
dan volunteer rakyatnya yang tidak bisa didata.
Ada dua faktor
utama ekspose aspek humanisme Saudi ini terjadi. Pertama, kecenderungan
sebagian media yang terjebak dalam kampanye terorisme Barat, seolah
radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme itu dari Wahabisme dengan
tujuan politis, ekonomis, bahkan ideologis. Anggapan ini tentu keliru,
bahkan Saudi menjadi salah satu negara Timur Tengah yang paling keras
perlawanannya terhadap radikalisme, fundamentalisme, dan terorisme.
Kedua,
ikhlas tanpa publikasi. Keinginan sengaja pihak Saudi untuk tidak
memublikasikan bantuan karena ajaran agama yang tak menganjurkan
publikasi kebajikan yang telah diberikan.
Salah satu contoh
keengganan Saudi memublikasikan bantuan adalah penuturan seorang sumber
di Kedutaan Besar Saudi Arabia Jakarta kepada penulis baru-baru ini.
Saudi memberikan bantuan pengobatan terhadap almarhum KH Sahal Mahfudz,
tokoh Nahdlatul Ulama (NU)–yang sebagian tokohnya kerap menghujat
Wahabisme sebagai ideologi berbahaya dan transnasional.
Ketika
almarhum sakit, Saudi menawarkan tiga hal kepada beliau, yaitu berobat
ke Saudi, berobat ke rumah sakit mana saja di dunia, atau berobat di
rumah sakit Indonesia yang semua pembiayaannya ditanggung pihak
kerajaan. Dengan berbagai pertimbangan, almarhum memilih opsi ketiga di
mana seluruh pengobatan selama sakit ditanggung Kerajaan Saudi. Cerita
ini belum pernah diungkap kecuali setelah beliau wafat dan itu pun
kepada kalangan terbatas. Bisa jadi almarhum bukan satu-satunya orang di
Indonesia yang mendapatkan kebajikan `tanpa pamrih’ Saudi.
Namun,
data dan fakta kedermawanan dan humanisme Saudi belum dapat memalingkan
persepsi umum dunia dan Indonesia secara khusus dari stigmatisasi
terhadap negeri bak `sinterklas’ ini. Saudi masih didesain dan
diidentifikasi sarang gerakan transnasional (Wahabisme) yang seakan
mengancam NKRI.
Padahal, sejarah Indonesia yang memiliki jalinan
erat dengan negeri ini jauh sebelum berdirinya Republik Indonesia hingga
sekarang belum menyaksikan pengaruh negatif relasi ini, bahkan justru
sangat positif. Hal itu tidak sebanding jika dikomparasi dengan pengaruh
ideologi Iran, misalnya, yang menyebar secara clandestine.
Cukup pengalaman pahit konflik horizontal Irak, Suriah, dan sekarang
Yaman menjadi contoh konkret potensi ancaman ideologi yang dapat
mengoyak kedamaian ibu pertiwi.
Saatnya Saudi menjadikan aspek humanisme dan filantropisnya sebagai strategi soft power demi
keberlangsungan pembangunan, keadilan, dan kedamaian. Realita humanisme
Saudi berlanjut walau tanpa peliputan masif media, mengungguli
humanisme Barat yang cenderung lebai dan penuh agenda. Fakta dan data
berbicara lebih kuat dan humanisme Saudi bukan basa-basi. “ (Dikutip
dari Republika.co.id, Saturday, 28 March 2015, 15:13 WIB).
Sumber: Majalah Qudwah Edisi 30 Vol. 3 1436H/2015M
»
23.58

Posting Komentar