Ketentuan dan Adab Dalam Bergurau atau Bercanda
di tulis oleh al ustadz Abu Utsman Kharisman
1. Bergurau Hanya Saat Dibutuhkan, Tidak Sering atau Menjadi Mayoritas Isi Kehidupannya.
وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Janganlah engkau banyak tertawa karena
sesungguhnya banyak tertawa itu mematikan hati (H.R atTirmidzi,
dihasankan Syaikh al-Albaniy)
Tujuan bergurau yang baik sebenarnya
adalah untuk semakin merekatkan hubungan persaudaraan dengan sesama
muslim, melapangkan dada, dan memasukkan kegembiraan ke hati mereka.
Bergurau mestinya dilakukan dengan memperhatikan waktu dan kondisi yang
sesuai. Dilakukan jika dibutuhkan saja. Jangan sampai menjadi mayoritas
isi kehidupan seseorang.
2. Tidak Menjadikan Allah, al-Quran, Rasulullah, dan ajaran Dienul Islam sebagai Bahan Candaan
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ
أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا
تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ…(66)
Jika kalian bertanya kepada mereka,
sungguh mereka akan berkata: Sesungguhnya kami hanyalah
berbincang-bincang dan bermain-main. Katakanlah: Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian memperolok-olok? Janganlah kalian
mohon maaf. Sungguh kalian telah kafir setelah keimanan kalian (Q.S
atTaubah ayat 65-66)
Memperolok-olok Nama-Nama, dan Sifat-Sifat Allah, ajaran Islam, pahala, atau adzab yang diancamkan terkait suatu amalan tertentu adalah kekufuran.
Memperolok-olok Nama-Nama, dan Sifat-Sifat Allah, ajaran Islam, pahala, atau adzab yang diancamkan terkait suatu amalan tertentu adalah kekufuran.
Tidak boleh juga bergurau dengan isi gurauan yang mengandung dosa atau memutuskan silaturrahmi.
Ibnu Hibban rahimahullah menyatakan:
“Candaan/ gurauan yang terpuji adalah yang tidak mengandung sesuatu yang
dibenci Allah Azza Wa Jalla dan tidak mengandung dosa dan memutuskan
silaturrahmi” (Roudhotul ‘Uqolaa’ wa Nuzhatul Fudholaa’ (1/77)).
3. Tidak Ghibah terhadap Saudaranya Sesama Muslim
…وَلَا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ
أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
تَوَّابٌ رَحِيمٌ
…dan janganlah sebagian kalian ghibah
terhadap sebagian yang lain. Maukah kalian memakan daging saudaranya
yang telah mati? Tentu itu suatu yang hal kalian benci. Bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S
al-Hujuraat ayat 12)
4. Tidak Mengejek atau Mencela (Menjelek-jelekkan) Saudaranya
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ
يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ
خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا
بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ
يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman,
janganlah suatu kaum mengejek kaum yang lain. Bisa jadi yang diejek
lebih baik dari mereka. Janganlah pula kaum wanita mengejek wanita lain.
Bisa jadi (yang diejek) lebih baik dari mereka. Janganlah saling
menjelek-jelekkan diri kalian. Jangan pula memberi gelar yang buruk satu
sama lain. Seburuk-buruk nama adalah ‘fasiq’ setelah keimanan (kalian
menjadi fasiq karena saling menjelek-jelekkan padahal kalian telah
beriman, pent) . Barangsiapa yang tidak bertaubat (dari
perbuatan-perbuatan dosa itu) maka mereka adalah orang-orang yang
dzhalim (Q.S al-Hujuraat ayat 11)
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
Mencela seorang muslim adalah kefasikan
dan memeranginya (mengangkat senjata untuk menyerangnya) adalah
kekufuran (Muttafaqun alaih, dari Ibnu Mas’ud)
5. Tidak Berdusta dalam Gurauan tersebut
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا قَالَ إِنِّي لَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا
Dari Abu Hurairah –semoga Allah
meridhainya- ia berkata: Mereka (para Sahabat) berkata: Wahai
Rasulullah, sesungguhnya anda juga bersenda gurau dengan kami? Nabi
bersabda: (Ya, namun) Sesungguhnya tidaklah aku berkata (meski bergurau,
pent) kecuali kebenaran (H.R atTirmidzi, dishahihkan Syaikh al-Albaniy)
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
Celaka bagi orang yang bercerita dengan
berdusta untuk membuat suatu kaum tertawa. Celaka, sungguh celaka
baginya (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ahmad, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
عَنْ
أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ
الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ
تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى
الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
Dari Abu Umamah –semoga Allah
meridhainya ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
Aku menjamin sebuah rumah (istana) di tepian Surga bagi orang yang
meninggalkan perdebatan meski ia benar. (dan aku menjamin) sebuah rumah
(istana) di tengah Surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia
sedang bergurau. (dan aku menjamin) sebuah rumah (istana) di bagian
paling tinggi di Surga bagi orang yang baik akhlaknya (H.R Abu Dawud,
dihasankan Syaikh al-Albaniy)
6. Tidak Menertawakan Saudaranya yang Terkena Musibah
عَنِ
الأَسْوَدِ قَالَ دَخَلَ شَبَابٌ مِنْ قُرَيْشٍ عَلَى عَائِشَةَ وَهِىَ
بِمِنًى وَهُمْ يَضْحَكُونَ فَقَالَتْ مَا يُضْحِكُكُمْ قَالُوا فُلاَنٌ
خَرَّ عَلَى طُنُبِ فُسْطَاطٍ فَكَادَتْ عُنُقُهُ أَوْ عَيْنُهُ أَنْ
تَذْهَبَ. فَقَالَتْ لاَ تَضْحَكُوا فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُشَاكُ شَوْكَةً فَمَا
فَوْقَهَا إِلاَّ كُتِبَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَمُحِيَتْ عَنْهُ بِهَا
خَطِيئَةٌ ».
dari al-Aswad ia berkata: Para pemuda
Quraisy masuk ke tempat Aisyah pada saat beliau berada di Mina. Mereka
(para pemuda itu) tertawa. Aisyah berkata: Apa yang membuat kalian
tertawa? Mereka berkata: Fulaan jatuh menimpa tali kemah hingga leher
atau matanya hampir lepas. Aisyah berkata: Janganlah kalian tertawa.
Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam
bersabda: << Tidaklah ada seorang muslim yang tertusuk duri atau
yang lebih besar dari itu kecuali akan ditulis untuknya satu derajat dan
dihapuskan darinya satu kesalahan >> (H.R Muslim)
Nabi juga melarang menertawakan kentut.
Jika ada seseorang yang kentut (tanpa sengaja), jangan ditertawakan.
Karena hal itu juga bisa menimpa kita. Suatu hal yang manusiawi, normal
terjadi.
ثُمَّ وَعَظَهُمْ فِي ضَحِكِهِمْ مِنَ الضَّرْطَةِ وَقَالَ لِمَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ
Kemudian Nabi menasihati mereka karena
menertawakan (suara) kentut. Beliau bersabda: Mengapa salah seseorang
menertawakan sesuatu yang (bisa) juga dilakukan olehnya?! (Muttafaqun
alaih, dari Abdullah bin Zam’ah)
7. Tidak Bergurau dengan Menakut-nakuti Saudaranya atau Menyembunyikan Miliknya
عَنْ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى قَالَ حَدَّثَنَا أَصْحَابُ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ كَانُوا يَسِيرُونَ
مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَامَ رَجُلٌ
مِنْهُمْ فَانْطَلَقَ بَعْضُهُمْ إِلَى حَبْلٍ مَعَهُ فَأَخَذَهُ فَفَزِعَ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ
لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
Dari Abdurrahman bin Abi Lailaa ia
berkata: telah menceritakan kepada kami para Sahabat Muhammad
shollallahu alaihi wasallam bahwasanya mereka pernah berjalan (safar)
bersama Nabi shollallahu alaihi wasallam. Kemudian tidurlah seorang
laki-laki. Kemudian sebagian dari mereka pergi mengambil tali yang ada
pada orang yang tidur tadi. Kemudian (setelah bangun) orang yang tidur
itu merasa terkejut (takut). Rasulullah shollallahu alaihi wasallam
bersabda: Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim (yang
lain)(H.R Abu Dawud, dishahihkan Syaikh al-Albaniy dan Syaikh Muqbil)
لَا يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لَاعِبًا وَلَا جَادًّا
Janganlah sekali-kali salah seorang dari
kalian mengambil barang (menyembunyikan) saudaranya secara main-main
atau sungguhan (H.R Abu Dawud, dihasankan Syaikh al-Albaniy)
8. Tidak Bergurau dalam Urusan Akad Nikah, Thalaq, dan Rujuk
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ جَدُّهُنَّ جَدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جَدٌّ النِّكَاحُ
وَالطَّلَاقُ وَالرَّجْعَةُ
Dari Abu Hurairah –semoga Allah
meridhainya- bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:
Ada 3 hal yang jika seorang bersungguh-sungguh, terhitung sebagai suatu
yang sungguh-sungguh. Jika ia main-main (bergurau), terhitung
sungguh-sungguh, yaitu nikah, thalaq, dan rujuk (H.R Abu Dawud,
atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan al-Hakim, dihasankan Syaikh
al-Albaniy)
Suatu akad nikah yang terpenuhi
syarat-syaratnya, meskipun mereka yang terlibat di dalamnya mengatakan:
“kami hanya bergurau”, akad nikah itu terhitung sah.
Seorang suami yang menyatakan talak
kepada istrinya, kemudian ia tertawa dan mengatakan: “aku tadi hanya
bergurau”, telah jatuh talak untuk istrinya.
Hal-hal semacam ini tidak boleh dijadikan bahan gurauan.
-
[…] Sumber: http://salafy.or.id/blog/2017/04/09/ketentuan-dan-adab-bergurau-atau-bercanda/ […]
Comments are closed.