Gadis Kecilmu? Gadis Kecilmu?
(Sebuah Catatan untuk Kaum Ayah)
dI Tulis oleh Al Ustadz Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz
Miris dan mengerikan!!! Naudzu billah min dzalik.
Ingin menutup telinga dari kenyataan,
tidak mungkin bisa kita lakukan. Telinga, mata dan perasaan kita telah
tercabik-cabik hingga tak berbentuk lagi (bagi yang masih memiliki
hati). Dan saya yakin, dari sekian banyak kaum muslimin, masih ada di
antara mereka yang masih memiliki hati. Bagaimana dengan Anda?
Apa korelasi antara hati, Anda dan kalimat pembuka di atas? “Miris dan mengerikan!!! Naudzu billah min dzalik“.
Saya sedang berbicara tentang fakta
pahit dan kenyataan yang tak terbantahkan. Beberapa bencana besar telah
melanda negeri. Dekadensi dan keruntuhan moral telah menjadi bagian dari
lantai dasar tempat kita berpijak di negeri ini. Secara khusus lagi
yang ingin saya sentuh dalam catatan kecil ini adalah kaum remaja putri
negeri.
Bukan menjadi rahasia lagi jika di
negeri ini telah berlaku praktek-praktek asusila. Mengeksplotasi kaum
remaja putri sebagai lumbung penghasilan seakan menjadi hal yang tidak
asing lagi. Bencana ini semakin bergelombang lagi ketika kaum remaja
putri itu sendiri tidak memiliki landasan hidup yang kokoh. Jauh dari
karekter seorang gadis muslimah!
Hamil di luar nikah, trafficking,
pemerkosaan, seks bebas, depresi, broken home dan nge-punk adalah contoh
kecilnya. Apakah tidak terlalu besar kita berharap? Berharap lahirnya
generasi Islam yang segagah para pendahulunya? Sementara calon-calon ibu
yang akan melahirkan generasi tersebut malah dipinggirkan dan
terlupakan?
Kali ini saya tidak ingin membicarakan
mereka kaum awam. Mereka yang memang pada dasarnya tidak tertarik untuk
berpegang dengan Islam sebagai pedoman hidup. Saya ingin “menyentil”
kaum Ayah yang disebut-sebut orang sebagai kaum ngaji. Kaum Ayah yang
-inginnya- mengikut Al Qur’an, As Sunnah dan Manhaj Salaf.Tentunya Anda
dan saya sendiri termasuk, bukan?
Tulisan ini tentang gadis kecilmu dan gadis kecilku. Putri-putri tersayang kita. Baarakallahu fiikum
OOOOO_____OOOOO
Sebelumnya saya menyampaikan sejuta maaf
untuk kaum Ibu. Bukan ingin mengecilkan arti seorang Ibu, bukan pula
hendak melupakan jasa dan peran seorang Ibu. Hanya saja, kali ini saya
ingin berbicara dengan kaum Ayah min qalb ilaa qalb. Dari hati ke hati.
Anak perempuan sangat diperhatikan oleh
Islam. Zaman jahiliyah, seorang anak perempuan yang dilahirkan akan
dikubur hidup-hidup. Bagi mereka, anak perempuan adalah cela yang
mencoreng ”nama baik” keluarga. Anak perempuan dipandang rendah, tidak
memiliki apa-apa, hanya beban saja dan tidak bisa diharapkan. Padahal,
siapa yang telah bersusah payah mengandung dan melahirkan mereka?
Ibu…Iya, Ibu mereka sendiri. Seorang perempuan.
Allah akan menuntut jawaban dan tanggung jawab dari mereka pada hari kiamat kelak. Allah berfirman tentang hari kiamat ;
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ
Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, (QS. 81:8)
Karena dosa apakah dia dibunuh, (QS. 81:9)
Ajaran Islam yang amat mulia dan luhur
mengajarkan kepada kita untuk memberikan perhatian khusus kepada anak
perempuan. Di pundak mereka lah harapan agar terlahir nantinya generasi
Islam yang tangguh. Sebab, kaum Ibu adalah madrasah pertama dalam
kehidupan.
Anak perempuan harus diperhatikan! Dan anak perempuan pun ingin selalu diperhatikan.
.
.
Secara khusus Rasulullah menjelaskan ;
مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
“Siapa saja orangnya yang diuji dengan
sedikit saja (masalah) dari anak-anak perempuannya, namun ia tetap
berlaku dengan baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi sebab
penghalang dari api neraka” (Hadits Ibunda ‘Aisyah riwayat Bukhari dan
Muslim)
Ada janji besar dan pahala indah untuk
orangtua yang selalu bersabar di dalam mendidik, merawat, menjaga dan
mengasihi anak perempuan sepenuh hati. Bila sebagian orang merasa
“sedih” atau “kecil hati” dengan anak perempuan, Islam justru melecut,
memotivasi dan mencambuk orangtua untuk member perhatian khusus terhadap
anak perempuan.
Adakah yang tidak ingin bersama nabi
Muhammad di hari kiamat? Ingin tahu salah satu caranya? Bacalah hadits
berikut ini! Hadits Anas bin Malik riwayat Imam Muslim.
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ
“Siapa saja yang merawat dua anak perempuan sampai mereka baligh, Saya dan dia akan datang bersama di hari kiamat”
Sabda di atas diucapkan oleh nabi
Muhammad dan setelah itu beliau menggabungkan jari jemarinya. Tanda
betapa dekatnya orang itu dengan Rasulullah kelak. Subhaanallah! Wahai
kaum Ayah, apakah Anda-Anda tidak tertarik?
Apakah janji ini hanya berlaku untuk
mereka yang mendidik dua anak perempuan? Tidak! Di dalam sebuah riwayat
yang dishahihkan oleh Al Albani (Ash Shahihah 1027), disebutkan jika
janji di atas pun berlaku untuk orangtua yang mendidik, merawat dan
menjaga seorang anak perempuan. Benar! Satu anak perempuan pun bisa
menjadi jalan indah menuju surga bersama baginda Rasul.
Jangan sia-siakan peluang ini!!! Baarakallahu fiikum.
OOOOO_____OOOOO
Nah… sekarang saya ingin berbicara
tentang peran penting seorang Ayah. Tahukah Anda, wahai Ayah? Seorang
anak perempuan akan mengalami “mati rasa” bila tidak memperoleh
perhatian yang cukup dari ayahnya. Sudahkah Anda menyadari, wahai Ayah?
Seorang anak perempuan akan mengalami “hampa rasa” jika jiwanya tidak
dibasahi oleh aliran kasih sayang seorang ayah.
Apakah saya mengada-ada? Ataukah Anda
yang kurang peka? Apakah saya membuat-buat sendiri? Ataukah Anda yang
tidak menyadari? Apakah Anda harus menunggu putri Anda “mati rasa” atau
“hampa rasa” dan setelah itu barulah menyesal? Apakah Anda harus
mendengarnya secara langsung dari mereka untuk percaya kata-kata saya?
Padahal mereka lebih memilih untuk memendamnya di hati.Sungguh,wahai
Ayah…
Inilah profil baginda Rasul sebagai seorang ayah!
Selalu dan selalu hal ini dilakukan oleh
baginda Rasul kepada Fathimah. Setiap kali Fathimah datang berkunjung,
baginda Rasul akan bangkit berdiri, menyambut dan mencium kening sang
putri tercinta. Sudahkah hal ini Anda lakukan, wahai Ayah?
Betapa marahnya baginda Rasul ketika
mendengar Ali bin Abi Thalib (menantu beliau, istri Fathimah) akan
mempersunting putri Abu Jahal untuk dijadikan sebagai istri kedua. Sabda
apa ketika itu dari baginda Rasul?
“Sungguh! Bani Hasyim bin Al Mughirah
meminta izin kepadaku untuk menikahkah putri mereka dengan Ali bin Abi
Thalib. Dan aku tidak izinkan mereka! Aku tidak izinkan mereka! Aku
tidak izinkan mereka! Kecuali memang Ali bin Abi Thalib menceraikan
putriku untuk menikahi putri mereka!”
Kemudian beliu melanjutkan,
فَإِنَّمَا ابْنَتِي بَضْعَةٌ مِنِّي، يَرِيبُنِي مَا رَابَهَا وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا
“Sungguh! Putriku itu tidak lain dan
tidak bukan adalah bagian diriku. Aku tidak senang sesuatu yang tidak ia
senangi. Apa yang membuatnya tersakiti juga membuat diriku tersakiti”
(HR Bukhari Muslim dari sahabat Al Miswar bin Makhramah)
Seperti inilah seorang ayah seharusnya!
Apakah Anda bisa turut merasakan
kebahagiaan putri Anda? Ataukah Anda tidak pernah sama sekali mengerti,
kapankah putri Anda bahagia dan kapankah ia bersedih? Apakah Anda bisa
sama-sama merasakan sakit yang dirasakan oleh putri Anda? Ataukah malah
Anda yang menyakiti hatinya? Cobalah jujur kepada diri sendiri!
Perhatian dan kasih penuh yang
dicurahkan oleh nabi Muhammad telah membentuk karakter indah pada diri
Fathimah. Hari-harinya selalu diteduhi dan dinaungi cinta sang ayah.
Pantas saja jika Ibunda ‘Aisyah menyebut Fathimah sebagai orang yang
paling mirip dengan baginda Rasul. Cara duduknya, cara berjalannya, cara
berbicaranya dan segala-galanya.
Mengapa demikian?
Seorang ayah adalah figur terbaik untuk
putrinya. Seorang ayah adalah cermin tempat putrinya berkaca dan
membentuk kepribadiannya. Apapun akhirnya nanti pada karakter dan
kepribadian seorang putri, maka ayahnya telah mengambil peranan
tersendiri.
Sekarang pertanyaannya,”Akan menjadi seperti apakah Anda akan membentuk putri Anda???”
OOOOO_____OOOOO
Tahukah Anda, wahai Ayah? Apa yang sedang dan selalu dibayangkan dan diinginkan oleh putri Anda?
Ia ingin disayang sepenuh hati. Berharap
cerita-cerita penggugah jiwa sebelum tidurnya. Ia ingin didekap dan
digandeng tangannya sambil Anda menanamkan nilai-nilai hidup mulia di
dadanya. Ia tak ingin –walaupun sekali- mendengar marahmu dalam
kata-kata bernada tinggi.
Jangan marah dan jangan emosi ketika
putri Anda menangis dan memegang erat tangan Anda ketika Anda akan pergi
meninggalkan rumah. Itu tanda cintanya, wahai Ayah! Tangisannya adalah
benang-benang cinta yang terajut kuat dalam lembaran kasih seorang putri
kepada ayahnya.
Ia ingin mendengar kisah-kisah tentang
ayahnya ketika muda, ketika kecilnya. Ia akan sangat bangga ketika
melantunkan kembali kisah-kisah Anda,” Kata Abiku gini lhooo!” atau ”
Abahku pernah cerita kayak gitu juga kok” atau “Abiku bilang itu nggak
boleh karena dilarang Allah”. Iya, seorang putri tidak akan mudah
melupakan pesan-pesan ayahnya.
Percaya ataukah tidak, wahai Ayah, seperti itulah faktanya!
Jangan terlambat, wahai Ayah! Sadarkah
Anda di sana pun putri Anda mungkin terluka? Walau ia tidak secara jujur
mengungkapkanya. Iya, barangkali ia sedang terluka di sana.
Mengharapkan kasih sayangmu, kelembutanmu, perhatianmu, waktumu,
kisah-kisahmu? Cobalah bertanya tentang doa-doanya untuk Anda.
Sebelum terlambat, raih dan genggam
tangannya! Ucapkan maaf dengan setulus kata. Gantilah hari-harinya
dahulu yang penuh dengan sendu menjadi hari-hari ceria. Biarkan ia
tersenyum indah menikmati sepoinya angin, cerahnya malam dan sejuknya
gemercik air.
Ingat, wahai Ayah! Gadis kecilmu itu barangkali akan menjadi gerbang menuju surgamu di hari akhirat kelak.
Amin yaa Arhamar Raahimiiin
_Daar El Hadith Dzamar Republic of Yemen_05.12.13 (19.42)
_sambil berdoa untuk gadis kecilku : Izzah Zainatus Shofaa bintu Mukhtar La Firlaz_
Sumber : ibnutaimiyah.org