⛔⚠ SHAUM 'ASYURA
๐ก Hukum, Keutamaan, Sejarah, dan Cara Pelaksanaannya.
Bagian 2
⚠ Namun kemudian kewajiban tersebut dihapus dengan turunnya perintah shaum Ramadhan. Hal ini berdasarkan penegasan shahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma:
ุตَุงู
َ ุงَّููุจُِّู ๏ทบ ุนَุงุดُูุฑَุงุกَ ، َูุฃَู
َุฑَ ุจِุตَِูุงู
ِِู . ََููู
َّุง ُูุฑِุถَ ุฑَู
َุถَุงُู ุชُุฑَِู
“Nabi ๏ทบ melaksanakan shaum ‘Asyura, dan memerintahkan (para shahabat) untuk bershaum juga pada hari tersebut. Namun ketika shaum Ramadhan diwajibkan, maka (shaum ‘Asyura) ditinggalkan.” (HR. Al-Bukhari no. 1892)
Juga sebagaimana penuturan ‘Aisyah radhiyallahu’anha:
ََููู
َّุง َูุฒََู ุฑَู
َุถَุงُู َูุงَู ุฑَู
َุถَุงُู ุงَْููุฑِูุถَุฉَ، َูุชُุฑَِู ุนَุงุดُูุฑَุงุกُ ، ََููุงَู ู
َْู ุดَุงุกَ ุตَุงู
َُู ، َูู
َْู ุดَุงุกَ َูู
ْ َูุตُู
ُْู
“Ketika turun perintah shaum Ramadhan, maka shaum Ramadhan menjadi kewajiban, dan ditinggalkanlah (kewajiban) shaum ‘Asyura. Jadinya barangsiapa yang mau boleh bershaum pada hari tersebut dan barangsiapa yang mau boleh tidak bershaum pada hari tersebut.” (HR. Al-Bukhari 4504)
❗⚡ Maka dihapuslah kewajiban shaum ‘Asyura, dan hukumnya berubah menjadi mustahab (tidak wajib).
๐❗ Namun dalam pelaksanaanya, Rasulullah ๏ทบ tidak suka kalau hanya dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram saja. Beliau menginginkan untuk berbeda dan menyelisihi kaum Yahudi yang juga punya kebiasaan bershaum ‘Asyura`. Maka beliau menginginkan untuk melaksanakannya pada tanggal 9 dan 10 Muharram.
Hal ini sebagaimana dituturkan oleh shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu’anhuma:
ุญَِูู ุตَุงู
َ ุฑَุณُُูู ุงَِّููู ๏ทบ َْููู
َ ุนَุงุดُูุฑَุงุกَ َูุฃَู
َุฑَ ุจِุตَِูุงู
ِِู َูุงُููุง َูุง ุฑَุณَُูู ุงِููู ุฅَُِّูู َْููู
ٌ ุชُุนَุธِّู
ُُู ุงَُْููููุฏُ َูุงَّููุตَุงุฑَู. ََููุงَู ุฑَุณُُูู ุงَِّููู ๏ทบ « َูุฅِุฐَุง َูุงَู ุงْูุนَุงู
ُ ุงْูู
ُْูุจُِู – ุฅِْู ุดَุงุกَ ุงُููู – ุตُู
َْูุง ุงَْْูููู
َ ุงูุชَّุงุณِุนَ ». َูุงَู ََููู
ْ َูุฃْุชِ ุงْูุนَุงู
ُ ุงْูู
ُْูุจُِู ุญَุชَّู ุชَُُِّููู ุฑَุณُُูู ุงِููู ๏ทบ
Ketika Rasulullah ๏ทบ bershaum pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk bershaum pada hari itu, para shahabat shahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashara.” Maka Rasulullah ๏ทบ bersabda: “Bila tiba tahun depan Insya Allah kita (juga) akan bershaum pada hari ke-9 (bulan Muharram).” Ibnu ‘Abbas berkata: Namun belum sampai tahun depan kecuali Nabi ๏ทบ telah wafat terlebih dahulu. (HR. Muslim no. 1134)
Oleh karena itu shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu’anhuma menegaskan:
ุตُูู
ُูุง ุงูุชَّุงุณِุนَ َูุงْูุนَุงุดِุฑَ َูุฎَุงُِูููุง ุงَُْููููุฏَ.
“Bershaumlah pada hari ke-9 dan ke-10, selisihilah kaum Yahudi!” (HR. ‘Abdurrazzaq dalam Mushannaf– nya 7839, Al-Baihaqi IV/287. Diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dalam Sunan-nya di bawah hadits no. 755)
Dalam riwayat lain, disebutkan agar bershaum pada tanggal 9 dan 10, atau 10 dan 11, atau 9, 10, 11.
« ุตُูู
ُูุง َْููู
َ ุนَุงุดُูุฑَุงุกَ َูุฎَุงُِูููุง ِِููู ุงَُْููููุฏَ ุตُูู
ُูุง َูุจَُْูู َْููู
ุงً ุฃَْู ุจَุนْุฏَُู َْููู
ุงً »
“Bershaumlah kalian pada hari ‘Asyura, dan selisihilah kaum Yahudi. Bershaumlah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.” (HR. Ahmad1/241, Ibnu Khuzaimah 2095)
๐ Berarti shaum dilaksanakan tanggal 9 dan 10 Muharram, atau 10 dan 11 Muharram.
Dalam riwayat lain dengan lafazh:
« ุตُูู
ُูุง َูุจَُْูู َْููู
ًุง َูุจَุนْุฏَُู َْููู
ًุง »
“Bershaumlah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya.” (HR. Al-Baihaqi IV/287)
๐ Berarti shaum dilaksanakan tanggal 9, 10, dan 11 Muharram.
⛔ Namun tentang kedudukan hadits tersebut, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa sanadnya dha’if (lemah). Karena adanya perawi yang lemah, yaitu Ibnu Abi Laila. Dia adalah perawi yang jelek hafalannya. Ibnu Abi Laila yang jelek hafalannya ini meriwayatkan hadits tersebut secara marfu’ (sampai kepada Nabi), yang riwayatnya tersebut berbeda dengan riwayat perawi lain yang lebih kuat hafalannya, yaitu ‘Atha dan lainnya, yang mereka meriwayatkan hadits tersebut secara mauquf (hanya ucapan) shahabat Ibnu ‘Abbas. Riwayat yang mauquf ini shahih sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thahawi dan Al-Baihaqi. Demikian penjelasan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ta’liq Shahih Ibni Khuzaimah no. 2095.
๐ Sumber: mahad-assalafy.com
๐ Dinukil dari: manhajul-anbiya.net
๐ฌ https://t.me/SalafyGarut
»
02.54

Posting Komentar