
Ketika Tahdzir Dipersoalkan
Tahdzir adalah sebuah peringatan dari
kebatilan, sarananya, pengusungnya dan atau pendukungnya yang
disampaikan kepada individu ataupun masyarakat. Lanjutkan membaca Ketika Tahdzir Dipersoalkan

Surat Pembaca Edisi 107
Koreksi I
Asy Syariah edisi 106, halaman 83,
tentang cara melindungi anak perempuan pada masa kini. Ada 8 hal, tetapi
yang no. 2 tidak ada dan untuk no. 8 ada 2, yang benar yang mana? Syukran.
08564xxxxxxx
- Jawaban Redaksi:
Alhamdulillah,
isi artikel tidak terkurangi dari aslinya. Akan tetapi, ada kesalahan
dari kami sehingga terjadi kekeliruan penomoran poin sebagaimana yang
Anda sebutkan. Jazakumullah khairan atas koreksi Anda.
Koreksi II
Afwan, ada sedikit koreksi untuk Majalah Asy Syariah edisi 106, hlm. 65, at-Taghabun: 14, di bawahnya tercantum: (HR. at-Tirmidzi dan beliau berkata, “Hasan sahih,” dan dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani.)
08783xxxxxxx
- Jawaban Redaksi:
Penjelasan
riwayat yang tercetak dalam kurung tersebut tidak hanya terkait dengan
surat dan ayat yang Anda sebutkan, tetapi terkait dengan jawaban Ibnu
Abbas tentang sebab turunnya ayat ini. Kami memohon maaf atas kekurangan
yang terjadi sehingga timbul kesalahpahaman. Jazakumullah khairan atas
koreksi Anda.
Koreksi III
Saya menemukan beberapa ganjalan pada Majalah Asy Syariah edisi 105, Vol. IX/1436 H/2014 M. Di antaranya:
- Pada hlm. 25, bagian kanan tengah, di situ tertulis “imagi”. Yang betul “image” atau seperti yang disebutkan?
- Pada hlm. 37, disebutkan firman Allah l dalam surat an-Nur ayat 19. Ayat tersebut diakhiri dengan lafdzul jalalah, padahal lanjutan ayat tidak demikian. Demikian pula pada halaman 42.
- Pada hlm. 41, tentang lafadz li’an, tertulis ‘alaihi inkunta. Kalau mengikuti terjemahan, maka seharusnya ‘alayya inkuntu.
- Masih pada halaman yang sama, tentang ucapan li’an bagi istri, disebutkan ‘alaiha. Kalau mengikuti terjemahan, seharusnya ‘alayya.
- Pada hlm. 52, bagian tengah, tidak disebutkan perawi haditsnya.
08232xxxxxxx
- Jawaban Redaksi:
- Penulisan yang benar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “imaji”.
- Anda benar, seharusnya tidak ada lafdzul jalalah di belakang ayat tersebut.
3 & 4. Lafadz yang benar dengan dhammah, inkuntu.
Adapun lafadz ‘alaihi dan ‘alaiha, asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’ (7/323-324, Kitabul Li’an) menjelaskan, dhamir (kata ganti) yang digunakan seharusnya untuk mutakallim (orang pertama). Akan tetapi, dalam rangka adab, lafadz tersebut diucapkan menggunakan dhamir ghaibah (orang ketiga), agar pembicara tidak menyandarkan laknat kepada dirinya sendiri.
- Diriwayatkan oleh Ahmad, Malik, dan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, dan dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah (1/75).
Kami memohon
maaf atas berbagai kekurangan tersebut, seraya mengucapkan terima kasih
atas perhatian dan koreksi yang bermanfaat ini. Jazakumullah khairan.

Tahdzir, Syariat yang Dicibir
السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
Islam menyuguhkan keseimbangan. Agama
ini mengajarkan kebaikan sekaligus memperingatkan dari keburukan. Islam
mengajak kepada tauhid, juga menyeru untuk meninggalkan segala bentuk
kesyirikan. Islam mendekatkan umatnya ke jalan yang lurus, di sisi lain
juga menjauhkan umatnya dari jalan kesesatan. Lanjutkan membaca Tahdzir, Syariat yang Dicibir

Adab Menyertai Ilmu
Asy-Sya’bi rahimahullah berkata,
Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu menyalati jenazah. Setelah itu, seekor bagal didekatkan untuk beliau naiki. Datanglah Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengambil tali kekangnya sebagai bentuk penghormatan dan pengagungan terhadap ilmu dan keutamaan Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu. Zaid pun berkata kepada Ibnu Abbas, “Lepaskan tali itu darimu, wahai sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjawab, “Tidak. Demikianlah yang kami lakukan terhadap ulama dan para pembesar.”
Abu Zakariya Yahya bin Muhammad al-‘Anbari rahimahullah mengatakan,
“Ilmu tanpa adab ibarat api tanpa kayu bakar. Adapun adab tanpa ilmu ibarat ruh tanpa jasad.”
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata,
Aku bertanya kepada Abu Malik, “Engkau
tidak mendengar hadits dari Ibrahim bin Sa’d, padahal dia tinggal
bertetangga denganmu di Baghdad?”
Abu Malik menjawab, “Ketahuilah, wahai
anakku, dia pernah duduk satu kali menyampaikan hadits kepada kami.
Setelah selesai, dia pun keluar dalam keadaan manusia berkerumun. Dia
melihat anak-anak muda mendahului orang-orang tua. Dia pun berkata,
‘Betapa jelek adab kalian. Kalian mendahului orang-orang tua. Aku tidak
akan menyampaikan hadits kepada kalian selama satu tahun.’
Dia pun meninggal sebelum menyampaikan hadits.”
(Diambil dari Lammud Durril Mantsur hlm. 76—77)

Ketika Keluar Rumah
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ
“Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari terjatuh dalam kesesatan atau disesatkan,
tergelincir atau digelincirkan, menzalimi atau dizalimi, bodoh atau
dibodohi.” (HR. Abu Dawud dari Ummu Salamah x, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani; lihat Shahih Abi Dawud, Misykah al-Mashabih 2/783, cetakan ke-2, al-Maktabah al-Islami)
Makna أّنْ أَضِلَّ ialah menyimpang dari al-haq, berasal dari kata الضَّلَالُ yang bermakna lawan dari petunjuk dan hidayah.
Makna أَوْ أُضِلَّ ialah aku disesatkan oleh orang lain atau aku menyesatkan orang lain.
(Lihat ‘Aunul Ma’bud, 14/296 no. 5083, cetakan Darul Kutub al-Ilmiah)

Jalan Menuju Kebahagian
Banyak jalan diciptakan manusia untuk
meraih kebahagiaan. Sebagian mereka beranggapan bahwa kebahagiaan bisa
diraih dengan banyaknya harta, kedudukan yang terpandang, dan
popularitas yang pantang surut. Tak heran bila manusia berlomba-lomba
mendapatkan itu semua, termasuk dengan menggunakan segala cara. Lantas
apakah bila seseorang sudah menjadi kaya raya, terpandang, dan terkenal
otomatis menjadi orang yang selalu bahagia? Ternyata tidak! Kalau
begitu, bagaimana cara meraih kebahagiaan yang benar?

Kewajibanmu dalam Keluarga
Dalam Islam, peran domestik kaum
istri memiliki kedudukan yang sangat mulia. Namun musuh-musuh Islam
terus berusaha meruntuhkan sendi dasar rumah tangga ini dengan
menggalang berbagai opini menyesatkan. “Pemberdayaan perempuan”,
“kesetaraan gender”, “kungkungan budaya patriarkhi” adalah sebagian
propaganda yang tiada henti dijejalkan di benak wanita-wanita Islam.

Doa Ketika Sedih dan Gelisah
اللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْم الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجِلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ
“Ya Allah, sungguh aku hamba-Mu,
anak hamba-Mu, anak hamba-Mu (yang perempuan), ubun-ubunku di tangan-Mu,
telah lewat bagiku hukum-Mu, adil takdir-Mu bagiku. Aku meminta
kepada-Mu dengan semua nama yang Engkau miliki, yang Engkau namakan
diri-Mu sendiri, atau Engkau ajarkan kepada seorang dari hamba-Mu, atau
Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau khususkan dalam ilmu
gaib di sisi-Mu, agar Engkau jadikan al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku,
cahaya dadaku, pelapang kesedihanku, dan penghilang kegundahanku.”
(HR. Ahmad, 1/391 no. 3527, dan dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani)

Membongkar Kedok Jamaah Tabligh
Kelompok tabligh atau yang lebih
dikenal sebagai Jamaah Tabligh mungkin sudah sangat akrab di telinga
masyarakat. Lahiriahnya, kelompok ini getol mendakwahkan keutamaan
amalan-amalan tertentu dan mengajak kaum muslimin untuk senantiasa
memakmurkan masjid. Namun, di balik itu mereka memiliki banyak
penyimpangan yang membahayakan akidah.

Meminta Keturunan yang Saleh
رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا ٧٤
“Ya Rabb kami,
anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai
penyejuk mata. Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
(al-Furqan: 74)

Hakikat Yakin
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Yakin adalah engkau tidak mencari keridhaaan manusia dengan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’la,
engkau tidak memuji seorang pun atas rezeki dari-Nya, engkau tidak pula
mencela orang lain atas sesuatu yang tidak Dia berikan untukmu.
Sesungguhnya, rezeki itu tidak ditarik oleh semangat seseorang, tidak
pula bisa ditolak oleh ketidaksukaan seseorang. Allah subhanahu wa ta’la—dengan
keadilan, ilmu, dan hikmah-Nya—menjadikan kelapangan dan kesenangan ada
bersama keyakinan dan keridhaan. Dia juga menjadikan kegundahan dan
kesedihan ada bersama keraguan dan ketidakridhaan.”
(Jami’ul Ulum wal Hikam hlm. 392)

Meminta Kebaikan Dunia dan Akhirat
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Adalah doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling sering (beliau ucapkan):
اللَّهُمَّ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.” (Muttafaqun alaih)

Hakikat Zuhud
Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Pokok zuhud adalah keridhaan terhadap Allah subhanahu wa ta’ala.”
Beliau rahimahullah mengatakan juga, “Qana’ah adalah zuhud, yaitu rasa cukup. Barang siapa merealisasikan keyakinan, percaya penuh kepada Allah subhanahu wa ta’ala
dalam segala urusannya, ridha terhadap pengaturan-Nya, memutus
ketergantungan kepada makhluk sembari berharap dan takut (kepada Allah),
lalu hal menghalanginya untuk mencari dunia dengan cara-cara yang
makruh; dia telah merealisasikan hakikat zuhud terhadap dunia. Ia pun
menjadi orang yang paling berkecukupan. Jika ia tidak memiliki harta
dunia sedikit pun, sebagaimana ucapan Ammar
‘Cukuplah kematian menjadi penasihat. Cukuplah keyakinan sebagai kecukupan. Cukuplah ibadah sebagai kesibukan’.”
(Jami’ul Ulum wal Hikam hlm. 392)

Ketika Tertimpa Kesusahan
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma:
كَانَ النَّبِيُّ يَدْعُو عِنْدَ الْكَرْبِ يَقُولُ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa ketika tertimpa kesusahan dengan mengucapkan:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
“Tidak ada ilah
yang berhak diibadahi selain Allah Yang Mahaagung lagi Mahasantun. Tidak
ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah, Rabb langit-langit dan
bumi, Rabb ‘Arsy yang agung.” (HR. al-Bukhari no. 5869)

Serius Beramal
Dahulu para salaf serius beramal saleh
karena khawatir celaan jiwa akan ketidakseriusan beramal ketika
kesempatan beramal telah terputus.
Dikatakan kepada Masruq rahimahullah, “Alangkah baiknya kalau engkau mengurangi keseriusanmu (dalam beramal).”
Dia pun menukas, “Demi Allah, jika ada
seseorang datang dan mengabariku bahwa Dia tidak akan mengazabku, aku
akan tetap serius beribadah.”
Ditanyakan kepada beliau, “Mengapa demikian?”
Beliau rahimahullah menjawab, “Agar jiwaku tidak mencelaku jika aku masuk neraka. Belum sampaikah kepadamu firman Allah:
وَلَآ أُقۡسِمُ بِٱلنَّفۡسِ ٱللَّوَّامَةِ ٢
“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (al-Qiyamah: 2)
Mereka mencela jiwa mereka sendiri tidak
lain ketika menuju neraka. Malaikat Zabaniyah pun mendekap mereka.
Mereka terhalangi dari apa yang mereka inginkan. Angan-angan mereka
terputus. Rahmat pun diangkat dari mereka. Setiap orang mencela jiwa
mereka.”
(Jami’ul Ulum wal Hikam, hlm. 312)

Zikir Pagi dan Petang
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu ketika memasuki waktu pagi mengucapkan:
اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ
“Ya Allah,
dengan-Mu kami memasuki waktu pagi, dengan-Mu kami memasuki waktu sore,
dengan-Mu kami hidup, dengan-Mu kami mati, dan kepada-Mulah (kami)
dikumpulkan.”
Ketika memasuki waktu sore beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan:
اللَّهُمَّ بِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ نَحْيَا وَبِكَ نَمُوتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ
“Ya Allah, dengan-Mu kami memasuki waktu sore, dengan-Mu kami hidup, dengan-Mu kami mati, dan kepada-Mulah (kami) dikumpulkan.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi, beliau mengatakan, “Ini hadits hasan.”)

Berdoa Ketika Lapang
Adh-Dhahhak bin Qais rahimahullah berkata, “Ingatlah Allah dalam keadaan senang, Dia akan mengingat kalian dalam keadaan susah. Sungguh, Yunus ‘alaihissalam dahulu berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ketika beliau masuk ke dalam perut ikan, Allah ‘azza wa jalla berfirman:
فَلَوۡلَآ أَنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلۡمُسَبِّحِينَ ١٤٣ لَلَبِثَ فِي بَطۡنِهِۦٓ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ ١٤٤
“Kalau sekiranya
dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia
akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (ash-Shaffat: 143—144)
Di sisi lain, Fir’aun adalah orang yang melampaui batas dan melupakan zikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ketika akan tenggelam, ia berkata, “Aku beriman.” Allah subhanahu wa ta’ala pun berfirman:
ءَآلۡـَٰٔنَ وَقَدۡ عَصَيۡتَ قَبۡلُ وَكُنتَ مِنَ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٩١
“Apakah sekarang
(baru kamu beriman), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak
dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan?!” (Yunus: 91)
(Jami’ul Ulum wal Hikam, hlm. 254)

Ketika Menjenguk Orang Sakit
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menjenguk seorang A’rabi (penduduk pedalaman). Dahulu ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menjenguk seseorang, beliau mengatakan:
لاَ بَأْسَ طَهُورٌ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Tidak mengapa, insya Allah menjadi penyuci.” (HR. al-Bukhari)
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Jibril menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata:
يَا مُحَمَّدُ اشْتَكَيْتَ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَال: بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنٍ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيكَ، بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ
“Wahai Muhammad, engkau sakit?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Jibril lalu berkata:
بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنٍ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيكَ، بِسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ
“Dengan nama
Allah aku meruqyahmu, dari segala yang menyakitimu, dari kejelekan
setiap jiwa atau ‘ain (pandangan mata yang jahat) yang dengki. Semoga
Allah menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku menruqyahmu.” (HR. Muslim)

Meninggalkan Urusan yang Tidak Ada Kepentingannya
Muhammad bin Ka’b mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada para sahabat, “Orang yang pertama kali akan masuk kepada kalian adalah lelaki penghuni surga.”
Masuklah Abdullah bin Salam radhiallahu ‘anhu. Mereka pun berdiri dan memberi tahunya tentang kabar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Mereka bertanya, “Beri tahu kami tentang amalan yang paling engkau pegangi.”
Abdullah bin Salam menjawab,
“Sesungguhnya amalanku sangat lemah. Amalan yang paling aku harapkan
adalah selamatnya hatiku (dari niat buruk) dan meninggalkan sesuatu yang
tidak ada kepentingannya denganku.”
Muwarriq al-Ijli berkata,
“Aku telah berjalan sekian tahun mencarinya, namun aku masih belum
mampu. Akan tetapi, aku tidak akan berhenti mencarinya.”
Orang-orang berkata, “Apakah itu?”
Dia menjawab, “Menahan diri dari sesuatu yang tidak ada kepentingannya denganku.”
(Jami’ul Ulum wal Hikam, hlm. 151-152)

Ketika Bangun Tidur
Dari Hudzaifah radhiallahu ‘anhu dan Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, keduanya berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ قَالَ: بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَحْيَا وَأَمُوتُ؛ وَإِذا اسْتَيْقَظَ قَال: الْحَمْدُ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Dahulu jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi tempat tidurnya, beliau mengucapkan:
بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَحْيَا وَأَمُوتُ
“Dengan nama-Mu, ya Allah, aku hidup dan aku mati.”
Ketika bangun, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan:
الْحَمْدُ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Segala puji hanya bagi Allah, yang telah menghidupkan aku setelah mematikan aku, dan kepada-Nyalah (aku) akan dikumpulkan.” (HR. al-Bukhari)
Posting Komentar